POSTS SLIDER

I'm writing about...

Dear Bunda : Aku Cerdas Meski Tak Bisa Matematika

Jujur saya sempat merasa insecure takkala melihat postingan foto yang beredar baik di status WA, Facebook, Instagram hingga twitter perihal prestasi anak.

Merasa sedih karena saya ga bisa pamer juga wkwkwk..Sungguh emak-emak menyebalkan. Tapi ini beneran yang saya rasakan.

Saya sampe mikirin, ada apa dengan anak saya? Apa karena saya sibuk? sibuk kerja? sibuk foto? sibuk nulis juga? sibuk mentingin dunia saya sendiri? 

Baca yang ini lagi : 

Anakku Bukanlah Aku dan Aku Bukanlah Anakku : Stop Jadi Ortu Berambisi

Merasa berdosa, merasa bersalah yang akhirnya menjadi bahan bakar utama emosi saya kepada anak yang tak berdosa. 

Ya itu yang saya alami, kebanyakan menuntut anak untuk bisa jadi seperti saya, mengikuti jejak saya HINGGA BENAR_BENAR MELUPAKAN privilege dari Sang Khalik jika anak terlahir berbeda-beda kondisinya. 

Astagfirullah...

review-buku-cerdas-karena-tidak-bisa-matematika

Aku Cerdas Karena Tidak Bisa Matematika

Mindset saya adalah anak cerdas itu bisa mengerjakan soal matematika, bisa berhitung dengan cepat hingga saya lupa sendiri kalau anak cerdas itu ga cuma pandai sama matematika doang atau berpatokan kalau anak yang bisa pecahin soal matematika memiliki masa depan yang CERAH dan yang ga pandai matematika sebaliknya.

Padahal saya belajar psikologi perkembangan ada diantaranya mengenai kecerdasan xyz dll. Ealah kagak nerap di otak saya wkwk..

Hingga datanglah petunjukNya itu malam tadi...

Adalah sebuah e-book Gramedia yang dihadiahi oleh sahabat blogger baik hati, selama ini saya masih sukanya beli buku-buku fisik dan belum pernah beli buku digital. Lalu Budir baik hati meminta saya install Gramedia Digital.  Dan akhirnya saya mendapatkan free bisa baca buku sepuasnya. 

Malam tadi, saya memilih satu buah buku "Aku Cerdas Karena Tidak Bisa Matematika", sebuah karya dari Marlene R. Tanudjaja, B.comm, M.comm.

Saya teramat tertarik dengan judul maupun blurb bukunya, bersampulkan warna biru dengan gambar anak perempuan berkacamata mengenakan pakaian toga sambil membawa payung.

Saat membuka daftar isi, sudah terbayangkan bagaimana alur dari buku ini. Point plus untuk buku ini karena memang menceritakan kehidupan nyata penulis.

Penulis yang ternyata merasakan tekanan karena adanya bully dari teman maupun gurunya saat di bangku sekolah menengah pertama. Sekaligus perlakuan diskriminasi karena ga bisa pelajaran matematika.

Saat membaca part kisah masa lalu penulis, sebagai seorang ibu saya  merasa terhanyut dan sedih sekali. Membayangkan harus berada diposisinya, sudah mati-matian belajar jika pada dasarnya ga bisa memang akan sulit. Tapi gurunya sendiri meremehkan hingga teman-temannya juga seperti itu.
"Janganlah memaksakan sesuatu yang memang tidak bisa dipaksakan. Tetapi paksakanlah sesuatu yang memang harus dipaksa" Hal.21

Kecewa hingga merasakan trauma serta luka batin membekas. Beruntungnya penulis memiliki keluarga yang hangat utamanya adalah ibunya yang tetap MENDUKUNG dan tidak pernah sekalipun mengecilkan dirinya.

Sehingga ia mampu bangkit, sayangnya titik balik yang penulis lakukan demi mengatasi traumanya malah cenderung seperti kenakalan remaja yah.

Kasus ia dibully itu saat menginjak bangku SMP dan pas masuk SMA ia melampiaskan dengan menjadi murid yang provokator teman-temannya untuk bolos bahkan bohongi ibunya juga udah dianter sampe depang gerbang sekolah malah cabut ke Kang Bubur :p

Lagi-lagi Ibunya menjadi sayap baginya hingga naik kelas 3 SMA ia malah bisa menyabet juara 1 karena masuk IPS dan ia mampu mengenali kekuatannya yakni MENGHAFAL.

Kepercayaan dirinya juga semakin kuat karena ibunya menjanjikan agar dirinya bisa kuliah di Luar Negeri.

See, gelar yang disabet oleh penulis? Marlene R. Tanudjaja, B.comm, M.comm.

Dari buku dengan 181 halaman ini, sungguh membuat banyak pelajaran untuk saya menjadi orang tua yang tak sepenuhnya menuntut tapi justru MENERIMA.

Di hal 17 dalam buku diceritakan jika penulis bertemu seorang narapidana yang dijebloskan karena mencuri. Setelah penulis usut, hal tersebut terjadi karena narapidana itu dulunya gabung dengan kawanan pencuri karena TIDAK TAHAN DIMARAHI OLEH ORANGTUA-nya dengan alasan nilai matematikanya jelek.

Duh sedih banget bukan?

Dalam buku ini juga bahas bagaimana peranan orang tua, guru dan lingkungan. Pesan penting juga untuk guru untuk tidak menghakimi anak muridnya apalagi men-judge anak muridnya. Yuk sama-sama berjuang untuk ciptakan generasi yang cerdas tanpa luka batin.

buku-aku-cerdas-karena-tidak-bisa-matematika

***

Menjadi orang tua memang harus terus belajar, belajar menerima tak hanya menuntut, belajar mendukung tak hanya memaksa, belajar menginspirasi tak hanya memerintah. Ini yang sudah saya rasakan.

Kesuksesan anak, kepintaran anak ga cuman karena bisa ga bisa soal matematika karena ada banyak kecerdasan yang sudah Allah ciptakan sehingga menjembatani untuk bisa mencapai apa yang namanya sukses. 

Demikian temans yang bisa saya bagikan kali ini. Buku ini bagus sih mengugah mindset siapapun untuk merubah konsep konvensional tentang kecerdasan.

Judul Buku : Aku Cerdas Karena Tidak Bisa Matematika

Penulis : Marlene R. Tanudjaja, B.comm, M.comm

Penerbit : Gramedia

ISBN : 978-979-22-6718-1


Komentar

  1. NAh itulah, kecerdasan selalu identik dengan nilai mengagumkan. Padahal nggak selalu. Duh aku pun harus selalu banyak belajar nih

    BalasHapus
  2. Bagus bgt ini mba, aku juga wajib baca ok ini, karena akupun msh belajar untuk tidak menuntut anak dan memahami kalau anakku tidak bisa matematika namun cerdas di mata pelajaran lainnya.

    BalasHapus
  3. Mgkin jaman saya dahulu belum ada bully membully namun miris skrng banyak anak saling membully. Kecerdasan tak melulu kaitannya dgn akademis

    BalasHapus
  4. Aku kok agak sedih Yaa baca buku ini :(. Inget zaman sekolah, pas papa menganggab aku bodoh Krn ga bisa matematika juga. Padahal dari dulu, aku cuma pengen masuk IPS, Krn aku suka pelajaran2 yg menekankan otak kanan. Cuma boro2 diizinin. Makanya aku bertekad anakku nanti bebas mau masuk jurusan apapun yg dia suka. Krn tau banget rasanya kalo harus mati2an di suatu pelajaran yg ga disukai, tapi tetep gagal dan ujung2nya dianggab bodoh.

    BalasHapus

Posting Komentar

Selesai baca yuk tinggalin jejak komennya ^^
Haturnuhun